SASTRA BUDAYA, PAREKAS – Dalam budaya masyarakat Indonesia, terutama di Jawa dan Madura, tahlilan menjadi salah satu tradisi penting dalam rangka mendoakan arwah orang yang telah meninggal.
Selain diisi dengan rangkaian doa dan dzikir, ada satu kebiasaan yang hampir selalu menyertai acara ini, yaitu pemberian asa’an atau bingkisan tahlilan.
Tradisi ini tidak hanya sekadar membagikan makanan, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat.
Asa’an merupakan bingkisan yang diberikan kepada para tamu setelah mereka menghadiri acara tahlilan.
Biasanya, asa’an berisi makanan dan minuman yang dikemas dalam wadah seperti kardus, plastik, atau besek bambu. Pemberian bingkisan ini merupakan simbol sedekah dari keluarga yang berduka.
Selain itu, asa’an juga menjadi wujud rasa syukur dan penghormatan kepada para tamu yang telah hadir untuk mendoakan almarhum.
Dalam tradisi masyarakat, asa’an memiliki makna lebih dari sekadar bingkisan. Pemberian makanan ini dianggap sebagai bentuk sedekah yang pahalanya diharapkan sampai kepada orang yang telah meninggal.
Selain itu, asa’an juga berfungsi untuk mempererat hubungan sosial antarwarga. Dengan berbagi makanan, kebersamaan dan gotong royong dalam komunitas tetap terjaga.
Meski acara tahlilan berlangsung dalam suasana duka, pemberian asa’an mencerminkan sikap berbagi dan rasa syukur keluarga atas kehidupan yang masih mereka jalani.
Bingkisan asa’an biasanya berisi makanan yang dapat langsung dikonsumsi maupun dibawa pulang. Di beberapa daerah, isi asa’an bisa berupa nasi berkat yang lengkap dengan lauk seperti ayam goreng, telur, mie goreng, dan sambal.
Selain itu, beberapa keluarga juga menambahkan jajanan pasar seperti lemper, wajik, klepon, atau kue lapis. Tak jarang, buah-buahan seperti pisang, jeruk, atau apel juga dimasukkan ke dalam bingkisan sebagai pelengkap.
Selain makanan berat dan jajanan, beberapa asa’an juga dilengkapi dengan roti atau snack ringan, terutama dalam acara yang lebih sederhana.
Air minum dalam kemasan sering kali turut disertakan sebagai pelengkap. Di beberapa daerah, ada pula kebiasaan memberikan bahan makanan mentah seperti beras dan gula, sehingga penerima asa’an dapat mengolahnya sendiri di rumah.
Meskipun tradisi asa’an hampir serupa di berbagai daerah, ada perbedaan kecil dalam isi bingkisannya. Di Jawa, misalnya, asa’an sering kali berupa nasi berkat lengkap dengan lauk pauk.
Di Madura, selain makanan berat, sering kali terdapat kue tradisional khas Madura dalam bingkisan. Sementara itu, di beberapa daerah di Sumatera, asa’an bisa berisi makanan khas seperti lemang atau dodol.
Asa’an merupakan bagian tak terpisahkan dari tradisi tahlilan di Indonesia. Lebih dari sekadar bingkisan, asa’an memiliki makna sosial dan spiritual yang mendalam.
Tradisi ini menjadi bentuk sedekah, penghormatan kepada tamu, serta sarana untuk mempererat hubungan antarwarga. Meskipun zaman terus berubah, asa’an tetap lestari sebagai bagian dari kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.***