OPINI, PAREKAS – Kita sering mendengar keluhan bahwa lapangan pekerjaan semakin sulit ditemukan. Tidak sedikit dari kita yang dengan lantang menyalahkan pemerintah, seolah-olah semua masalah akan selesai jika mereka bekerja lebih baik. Tapi, pernahkah kita bertanya, apakah kita sendiri sudah cukup berusaha?
Pemerintah memang memiliki tanggung jawab dalam menciptakan iklim ekonomi yang kondusif, menarik investasi, dan menyediakan infrastruktur yang mendukung dunia kerja.
Namun, pemerintah bukan penyedia pekerjaan bagi setiap individu. Dunia kerja bukan hanya soal tersedianya lowongan, tetapi juga soal kesiapan kita untuk mengisinya.
Kita sering lupa bahwa kompetisi di dunia kerja semakin ketat, dan mereka yang memiliki keterampilan lebih baik akan selalu diutamakan. Sementara itu, banyak dari kita yang hanya mengeluh tanpa berusaha meningkatkan kualitas diri.
Kita ingin pekerjaan yang layak, tetapi malas belajar keterampilan baru. Kita ingin gaji tinggi, tetapi enggan bekerja lebih keras. Pada akhirnya, menyalahkan pemerintah tanpa evaluasi diri hanya akan membuat kita terjebak dalam lingkaran pesimisme.
Faktanya, siapapun pemimpinnya dan dari golongan mana pun, mereka tidak akan bisa memenuhi semua kebutuhan kita satu per satu—karena mereka bukan Tuhan. Yang bisa mengubah nasib kita adalah usaha dan kerja keras kita sendiri.
Jadi, sebelum menunjuk ke luar, mungkin ada baiknya kita bercermin dulu.
Kita sering dengan lantang menuntut keadilan dan menyalahkan pemerintah lewat demonstrasi, tapi di saat yang sama merasa tidak punya ruang untuk menyuarakan pendapat di lingkungan pemerintahan.
Ironisnya, banyak dari kita yang bekerja di pemerintahan juga turut andil dalam masalah ketidakadilan. Hal ini memalukan karena bicara soal keadilan saja tidak cukup—kita harus ikut terlibat secara nyata untuk mengubah keadaan.
Kita kerap mengangkat slogan “atas nama rakyat” sebagai bentuk protes terhadap kebijakan dan sistem yang dianggap tidak adil. Namun, pertanyaan yang harus kita renungkan adalah rakyat yang mana?
Retorika ini sering muncul bukan semata karena kita benar-benar peduli, melainkan sebagai cermin dari rasa kecewa yang mendalam karena kita merasa tidak mendapatkan bagian yang layak dalam sistem tersebut. Salam sehat akal!
Oleh: Hayat
Penulis adalah jurnalis muda dan masih hidup.